Ditambahkan | 09:13 |
Kategori | fikih-ibadah fikih-muamalah Produk |
Harga | Rp. 99.000 @ Indonesia merupakan negara yang majemuk, dalam artian terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis, ras, budaya, bahasa, agama, ... |
Share | |
Hubungi Kami | |
Review Penyebab Perbedaan dikalangan Umat Islam
Rp. 99.000 @
Indonesia merupakan negara yang majemuk, dalam artian terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis, ras, budaya, bahasa, agama, dll. Bahkan dalam satu agama pun masih terdiri dari berbagai madzhab/aliran-aliran yang ada didalamnya. Untuk itu Indonesia mempunyai semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Indonesia merupakan negara yang majemuk, dalam artian terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis, ras, budaya, bahasa, agama, dll. Bahkan dalam satu agama pun masih terdiri dari berbagai madzhab/aliran-aliran yang ada didalamnya. Untuk itu Indonesia mempunyai semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Akan tetapi dengan adanya perbedaan-berbedaan
tersebut tidak boleh menjadikan suatu penyebab akan adanya perpecahan dikalangan
umat manusia, khususnya umat muslim. Karena Allah telah berfirman dalam surat
Al-Hujrot ayat 13 yang artinya “Hai
manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal”. Dari ayat tersebut
dapat kita ambil kesimpulan bawasanya Allah menciptakan manusia kedalam
bentuk yang berbeda-beda dengan tujuan agar mereka dapat lita`arofu (saling mengenal, menghormati, dan melengkapi) bukan
untuk saling menyalahkan dan mengklaim bahwa saya/kamilah yang paling benar.
Untuk itu disini kami akan mencoba membahas penyebab akan adanya perbedaan
dikalangan umat muslim dan bagaimana cara mengatasinya.
(ets,,,,
bacanya g usah serius2 loch,,,,,,,.. biasa aj :D)
Dalam kacamata fikih, perbedaan pendapat mulai
muncul pada masa sahabat sampai pada masa sekarang, hal tersebut dikarenakan adanya
perbedaan dalam memahami/menafsirkan nash Al-qur`an/Al-Hadits. Selain itu ada
juga faktor lain yang menyebabkannya, yaitu diantaranya :
1.
Tidak semua sahabat
yang mendengar/melihat sunnah Nabi, kemudian sebagian dari mereka (yang tidak
mengetahuinya) melakukan ijtihad sendiri untuk memperoleh hukum baru. Ijtihad adalah
mengerahkan segala kemampuan dan fikiran untuk menghasilkan hukum baru yang tidak
ada didalam Nash, Nah, disini ada
kemungkinan bawasanya “ijtihad yang dilakukan oleh sahabat tersebut sesuai
dengan Nash, dan bisa juga tidak sesuai”. Jika hal itu tidak sesuai maka
terjadilah kontroversi diantara mereka.
2.
Perbedaan persepsi
sahabat.
Ketika Nabi melakukan sebuah amal, ada diantara sahabat yang
menganggapnya sebagai bentuk Qurbah (pendekatan diri kepada Allah) tapi ada
juga yang menganggapnya hanya sebagai ibahah
(kebolehan). Hal tersebut terjadi diKarenakan biasanya pada saat nabi melakukan sebuah amal,
Nabi tidak menjelaskan mana yang menjadi syarat wajib, rukun, ataupun
kesunahannya.
Sebagai contoh: ada hadits yang berbunyi “Shollu kama roaitumuni
usholli” sholatlah seperti engkau melihat
Aku(Nabi) melakukan sholat. Nah, disitu para sahabat hanya memperhatikan
bagaimana cara Nabi melakukan sholat, yang kemudian mereka menirukannya, tanpa
bertanya mana yang rukun dan mana yang sunnah, untuk itu ketika Nabi sudah wafat
maka terjadilah ikhtilaf/perbedaan pendapat dalam menentukan rukun sholat pada kalangan
sahabat sampai pada masa sekarang ini.
Seperti yang telah dikatakan di atas, perbedaan pendapat tidak
hanya terjadi dikalangan sahabat saja , akan tetapi juga terjadi dikalngan Tabi`in,
Tabi`it tabi`in, dan juga Ulama`. Hal tersebut terjadi lagi-lagi dikarenakan perbedaan
pemahaman/penafsiran terhadap nash Al-qur`an dan Al-Hadits. Sebagai contoh:
Di dalam surat Al-maidah ayat 6 terdapat sebuah kata au laamastumun nisa` yang secara
harfiyah/etimologi atinya adalah “átau kamu telah menyentuh perempuan”, akan tetapi
dikalangan Fuqoha` (para Ahli fikih) seperti Imam Syafi`i, Hanafi, Hambali, dan
juga Maliki terjadi ikhtilaf dalam menafsirka kata tersebut,, sehingga
muncullah suatu hukum yang berbeda pula diantara mereka.
1.
Imam syafi`I
mengartikan kata tersebut secara harfiyah, jadi ketika seorang laki-laki dalam
keadaan suci (sudah berwudhu) kok dia menyentuh(sesama kulit) perempuan, maka
wudhunya batal, dengan syarat yang disentuh bukan anak kecil,tidak ada
hijab/batas dan yag disentuh bukan saudara mahrom (BEDAKAN ANTARA MAHROM n
MUHRIM!!!!!!).
2.
Kalau imam Hanafi
menafsiri kata tersebut dikiaskan dengan kata Lam yamsasny basyar yang artinya “bersetubuh”. SO, menurut
beliau menyentuh lawan jenis secara mutlak tidak membatalkan wudhu. Karena kata
Au Laamastumun nisa` beliau artikan sebagai “bersetubuh”
3. Sedangkan menurut imam Hambali dan Maliki menyentuh lawan jenis
membatalkan wudhu ketika disertai dengan syahwat(dan sebaliknya).. hal tersebut
dikarenakan kata au laamastumun nisa` beliau
kiaskan dengan hadits yang berbunyi “Annan Nabiya SAW qobbala ba`dho nisaihi,
tsumma khoroja ilas sholati” yang artinya “Rasulullah SAW pernah mencium
sebagian istri beliau kemudian keluar untuk mengerjakan shalat tanpa berwudhu
lagi.” (HR. Ahmad dan Perawi yang empat dengan rawi yang kuat).
Jadi setelah kita membaca uraian di atas (kitaaaa???........... Lo
aja kali), maka dapat diambil kesimpulan baasanya perbedaan merupakan suatu yang tak bisa
dihindari, yang penting dengan adanya perbedan itu kita harus saling
menghormati dan tidak boleh bersikap etnosentris.. karena perbedaan tersebut
diibaratkan kayak gini “ada berbagai mahasiswa UIN SUKA yang berangkat ke kampus, yang
mereka melaui jalan yang berbeda-beda,, ada yang lewat jalan solo, ada yang
lewat jalan timoho, jalan sapen,dll, akan tetapi niat mereka hanya tertuju pada
satu kampus, yaitu UIN SUKA tercinta.. jadi meskipun jalan yang dilewati berbeda, n jalan yang ditepuh tidak nyasar dan niat yang dituju sama, maka menurut saya itu tidak apa-apa. karena ada hadits Nabi yang berbunyi
“Ikhtilafu ummati rohmatun” artinya perbedaan pendapat dikalangan ummatku
(Nabi) adalah rahmat..
Pertanyaannya,, mengapa perbedaan bisa dikatakan sebagai rahmat????...
Yang dimaksud rahmat dalam hadits tersebut mungkin adalah kasih
sayang atau rukhsoh/keringanan (menurutku si), sedangkan yang dimaksud perbedaan adalah perbedaaan yang disertai dengan dasar/dalil atau yang lahir dikarenakan adanya ijtihad, bukan hanya sekedar berbeda. Karena dengan adanya perbedaan tersebut
maka kita dapat memilih pendapat mana yang menurut kita paling benar, yang
tentunya kita harus tahu dasar apa yang digunakan dalam ijtihad (kemudian kita mengikuti pendapat tersebut),,, atau jalan lain, kita
melakukan ijtihad sendiri
WallAahu A`lam......