Penyebab Perbedaan dikalangan Umat Islam

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjQw1zfNxbS3EiDS-LGqiblot6lrQI0D57tw5ns-hhmkQIfwqD4EMKc6nd0hHxV_lxrvd4WFv0ElsDh3yRbk88dMWSaaaiYk5XPyZ0_JpeP0kie94cdlRK9g5SEX6GiKaY8eKGnGRkz8rA/s72-c/penyebab+perbedaan+pendapat.jpg click to zoom
Ditambahkan 09:13
Kategori fikih-ibadah fikih-muamalah Produk
Harga Rp. 99.000 @ Indonesia merupakan negara yang majemuk, dalam artian terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis, ras, budaya, bahasa, agama, ...
Share
Hubungi Kami

Review Penyebab Perbedaan dikalangan Umat Islam

Penyebab Perbedaan dikalangan Umat IslamRp. 99.000 @
Indonesia merupakan negara yang majemuk, dalam artian terdiri dari berbagai suku bangsa, etnis, ras, budaya, bahasa, agama, dll. Bahkan dalam satu agama pun masih terdiri dari berbagai madzhab/aliran-aliran yang ada didalamnya. Untuk itu Indonesia mempunyai semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.



Akan tetapi dengan adanya perbedaan-berbedaan tersebut tidak boleh menjadikan suatu penyebab akan adanya perpecahan dikalangan umat manusia, khususnya umat muslim. Karena Allah telah berfirman dalam surat Al-Hujrot ayat 13 yang artinya “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”. Dari ayat tersebut  dapat kita ambil kesimpulan bawasanya Allah menciptakan manusia kedalam bentuk yang berbeda-beda dengan tujuan agar mereka dapat lita`arofu (saling mengenal, menghormati, dan melengkapi) bukan untuk saling menyalahkan dan mengklaim bahwa saya/kamilah yang paling benar. Untuk itu disini kami akan mencoba membahas penyebab akan adanya perbedaan dikalangan umat muslim dan bagaimana cara mengatasinya.

(ets,,,, bacanya g usah serius2 loch,,,,,,,.. biasa aj :D)

Dalam kacamata fikih, perbedaan pendapat mulai muncul pada masa sahabat sampai pada masa sekarang, hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan dalam memahami/menafsirkan nash Al-qur`an/Al-Hadits. Selain itu ada juga faktor lain yang menyebabkannya, yaitu diantaranya :
1.     Tidak semua sahabat yang mendengar/melihat sunnah Nabi, kemudian sebagian dari mereka (yang tidak mengetahuinya) melakukan ijtihad sendiri untuk memperoleh hukum baru. Ijtihad adalah mengerahkan segala kemampuan dan fikiran untuk menghasilkan hukum baru yang tidak ada didalam Nash,      Nah, disini ada kemungkinan bawasanya “ijtihad yang dilakukan oleh sahabat tersebut sesuai dengan Nash, dan bisa juga tidak sesuai”. Jika hal itu tidak sesuai maka terjadilah kontroversi diantara mereka.
2.     Perbedaan persepsi sahabat.
Ketika Nabi melakukan sebuah amal, ada diantara sahabat yang menganggapnya sebagai bentuk Qurbah (pendekatan diri kepada Allah) tapi ada juga yang menganggapnya hanya sebagai ibahah (kebolehan). Hal tersebut terjadi diKarenakan  biasanya pada saat nabi melakukan sebuah amal, Nabi tidak menjelaskan mana yang menjadi syarat wajib, rukun, ataupun kesunahannya.
Sebagai contoh: ada hadits yang berbunyi “Shollu kama roaitumuni usholli” sholatlah seperti engkau melihat Aku(Nabi) melakukan sholat. Nah, disitu para sahabat hanya memperhatikan bagaimana cara Nabi melakukan sholat, yang kemudian mereka menirukannya, tanpa bertanya mana yang rukun dan mana yang sunnah, untuk itu ketika Nabi sudah wafat maka terjadilah ikhtilaf/perbedaan pendapat dalam menentukan rukun sholat pada kalangan sahabat sampai pada masa sekarang ini.

Seperti yang telah dikatakan di atas, perbedaan pendapat tidak hanya terjadi dikalangan sahabat saja , akan tetapi juga terjadi dikalngan Tabi`in, Tabi`it tabi`in, dan juga Ulama`. Hal tersebut terjadi lagi-lagi dikarenakan perbedaan pemahaman/penafsiran terhadap nash Al-qur`an dan Al-Hadits. Sebagai contoh:
Di dalam surat Al-maidah ayat 6 terdapat sebuah kata au laamastumun nisa` yang secara harfiyah/etimologi atinya adalah “átau kamu telah menyentuh perempuan”, akan tetapi dikalangan Fuqoha` (para Ahli fikih) seperti Imam Syafi`i, Hanafi, Hambali, dan juga Maliki terjadi ikhtilaf dalam menafsirka kata tersebut,, sehingga muncullah suatu hukum yang berbeda pula diantara mereka.
1.     Imam syafi`I mengartikan kata tersebut secara harfiyah, jadi ketika seorang laki-laki dalam keadaan suci (sudah berwudhu) kok dia menyentuh(sesama kulit) perempuan, maka wudhunya batal, dengan syarat yang disentuh bukan anak kecil,tidak ada hijab/batas dan yag disentuh bukan saudara mahrom (BEDAKAN ANTARA MAHROM n MUHRIM!!!!!!).
2.     Kalau imam Hanafi menafsiri kata tersebut dikiaskan dengan kata Lam yamsasny basyar yang artinya “bersetubuh”. SO, menurut beliau menyentuh lawan jenis secara mutlak tidak membatalkan wudhu. Karena kata Au Laamastumun nisa`  beliau artikan sebagai “bersetubuh”
3.     Sedangkan menurut imam Hambali dan Maliki menyentuh lawan jenis membatalkan wudhu ketika disertai dengan syahwat(dan sebaliknya).. hal tersebut dikarenakan kata au laamastumun nisa` beliau kiaskan dengan hadits yang berbunyi “Annan Nabiya SAW qobbala ba`dho nisaihi, tsumma khoroja ilas sholati” yang artinya “Rasulullah SAW pernah mencium sebagian istri beliau kemudian keluar untuk mengerjakan shalat tanpa berwudhu lagi.” (HR. Ahmad dan Perawi yang empat dengan rawi yang kuat).

Jadi setelah kita membaca uraian di atas (kitaaaa???........... Lo aja kali), maka dapat diambil kesimpulan baasanya  perbedaan merupakan suatu yang tak bisa dihindari,  yang penting  dengan adanya perbedan itu kita harus saling menghormati dan tidak boleh bersikap etnosentris.. karena perbedaan tersebut diibaratkan kayak gini “ada berbagai mahasiswa UIN SUKA yang berangkat ke kampus, yang mereka melaui jalan yang berbeda-beda,, ada yang lewat jalan solo, ada yang lewat jalan timoho, jalan sapen,dll, akan tetapi niat mereka hanya tertuju pada satu kampus, yaitu UIN SUKA tercinta.. jadi meskipun jalan yang dilewati berbeda, n jalan yang ditepuh tidak nyasar dan niat yang dituju sama, maka menurut saya itu tidak apa-apa. karena ada hadits Nabi yang berbunyi “Ikhtilafu ummati rohmatun” artinya perbedaan pendapat dikalangan ummatku (Nabi) adalah rahmat..
Pertanyaannya,, mengapa perbedaan bisa dikatakan sebagai rahmat????...

Yang dimaksud rahmat dalam hadits tersebut mungkin adalah kasih sayang atau rukhsoh/keringanan (menurutku si), sedangkan yang dimaksud perbedaan adalah perbedaaan yang disertai dengan dasar/dalil atau yang lahir dikarenakan adanya ijtihad, bukan hanya sekedar berbeda. Karena dengan adanya perbedaan tersebut maka kita dapat memilih pendapat mana yang menurut kita paling benar, yang tentunya kita harus tahu dasar apa yang digunakan dalam ijtihad (kemudian kita mengikuti pendapat  tersebut),,, atau jalan lain, kita melakukan ijtihad sendiri

WallAahu A`lam......






Komentar