Ditambahkan | 23:12 |
Kategori | fikih-ibadah Produk |
Harga | Rp. 89.100 @ Sholat merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan kepada seluruh umat muslim. Untuk itu, mereka dituntut untuk da... |
Share | |
Hubungi Kami | |
Review Sejarah Arah Qiblat
Namun sebelum ada perintah di atas, pada saat mendirikan sholat, Rosulullah menghadapkan mukanya ke arah baitul maqdis, dengan
alasan pada saat itu Ka`bah yang dianggap sebagai bangunan suci, tetapi masih digunakan oleh kaum kafir quraisy sebagai
tempat pemujaan terhadap berhala-berhala yang mengitari Ka`bah. Namun setelah Islam
kuat maka berhala-berhala itu diruntuhkan.
Selanjutnya, disuatu hari ketika Rosulullah sedang mendirikan sholat pada
salah satu masjid di Madinah, beliau tidak menghadapkan mukanya ke baitul
maqdis, melainkan menghadap ke atas (dengan badan menghadap ke baitul maqdis), alasannya
adalah beliau menunggu firman Allah mengenai arah mana yang seharusnya
dijadikan pedoman dalam mendirikan sholat. Kemudian seketika itu juga Malaikat
Jibril menyampaikan wahyu Allah yaitu yang terdapat pada Surat AL-Baqoroh ayat
144 yang artinya “Sungguh Kami melihat
mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat
yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja
kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang
diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah
benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka
kerjakan” setelah wahyu tersebut turun, yang semula muka Rosulullah
menghadap ke atas dan badannya menghadap ke baitul maqdis pada saat itu pula
Rosullullah membalikkan badann dan juga wajahnya menuju arah Kiblat (Ka`bah). Dengan
adanya peristiwa itu maka masjid tersebut dikenal dengan sebutan Masjid
Qiblatain yang artinya Tempat sujud yang mempunya dua arah kiblat.
Selanjutanya dengan adanya ayat di atas, Jumhur
`Ulama` sepakat bahwah sholat itu harus
menghadap ke Ka`bah, tetapi diantara mereka terjadi ikhtilaf dalam menentukan arah
Ka`bah, khususnya bagi negara yang secara teritorial jaraknya jauh dari Ka`bah.
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali, seorang muslim yang bertempat tinggal
dekat ataupun jauh dari Ka`bah maka ia secara mutlaq harus menghadapkan
wajahnya ke arah Fisik Ka`bah (‘ain ka`bah), tetapi menurut Imam Hanafi dan Maliki
adalah, bagi setiap muslim yang
bertempat tingal jauh dari Ka`bah dan mereka tidak dapat melihat secara fisik
dimana Ka`bah itu berada maka ia boleh untuk tidak menghadap ke arah `ain
ka`bah secara yaqinan tetapi setidaknya secara dzonnah (dugaan yang kuat). Akan tetapi dizaman modern ini negara yang
jauh dari ka`bah dapat dengan mudah untuk melihat dimana keberadaan `ain
ka`bah. Untuk itu pendapat yang sebaiknya digunakan pada masa sekarang adalah
pendapatnya Imam Syafi`i dan Hambali.
Wallahu A`lam (Hanya Allahlah yang tau secara pasti
kebenaran2)