Sejarah Arah Qiblat

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLEokFzQZnq-54w2Fd-O5F9xkgGrcZahyWqf1LqYYi4GiG9Zlv-Ebe2Ug9wYhJNT6ZWxl5Y7KypE9mKRml50Ck-KPLiYjX0GCwpgEfNdm1f50rsFTJ52fXcsH9qFlui7h8PxiGVZpyETg/s72-c/1324439588397342689.jpg click to zoom
Ditambahkan 23:12
Kategori fikih-ibadah Produk
Harga Rp. 89.100 @ Sholat merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan kepada seluruh umat muslim. Untuk itu, mereka dituntut untuk da...
Share
Hubungi Kami

Review Sejarah Arah Qiblat

Sejarah Arah QiblatRp. 89.100 @
Sholat merupakan salah satu ibadah yang diwajibkan kepada seluruh umat muslim. Untuk itu, mereka dituntut untuk dapat mengetahui syarat dan juga rukun dalam mendirikannya. Adapun salah satu syarat syah sholat adalah menghadap ke arah Kiblat. Hal tersebut sejalan dengan Firman Allah yang terdapat pada Surat Al-Baqoroh ayat 150 yang artinya “Dan dari mana saja kamu keluar (datang) maka palingkanlah wajahmu kearah masjidil haram, dan dimana saja kamu semua berada maka palingkanlah wajahmu kearahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang dhalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka, dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atas kamu, dan supaya kamu dapat petunjuk”. Yang dimaksud arah kiblat disini adalah arah yang menuju kepada Ka`bah (Baitullah/Baitul harom).  


Sejarah Arah Qiblat
Namun sebelum ada perintah di atas, pada saat mendirikan sholat, Rosulullah menghadapkan mukanya ke arah baitul    maqdis, dengan alasan pada saat itu Ka`bah yang dianggap sebagai bangunan suci, tetapi  masih digunakan oleh kaum kafir quraisy sebagai tempat pemujaan terhadap berhala-berhala yang mengitari Ka`bah. Namun setelah Islam kuat maka berhala-berhala itu diruntuhkan.
Selanjutnya, disuatu hari ketika Rosulullah sedang mendirikan sholat pada salah satu masjid di Madinah, beliau tidak menghadapkan mukanya ke baitul maqdis, melainkan menghadap ke atas (dengan badan menghadap ke baitul maqdis), alasannya adalah beliau menunggu firman Allah mengenai arah mana yang seharusnya dijadikan pedoman dalam mendirikan sholat. Kemudian seketika itu juga Malaikat Jibril menyampaikan wahyu Allah yaitu yang terdapat pada Surat AL-Baqoroh ayat 144 yang artinya “Sungguh Kami melihat mukamu menengadah ke langit , maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang yang diberi Al Kitab memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan” setelah wahyu tersebut turun, yang semula muka Rosulullah menghadap ke atas dan badannya menghadap ke baitul maqdis pada saat itu pula Rosullullah membalikkan badann dan juga wajahnya menuju arah Kiblat (Ka`bah). Dengan adanya peristiwa itu maka masjid tersebut dikenal dengan sebutan Masjid Qiblatain yang artinya Tempat sujud yang mempunya dua arah kiblat.


Sejarah Arah Qiblat
Selanjutanya dengan adanya ayat di atas, Jumhur `Ulama` sepakat  bahwah sholat itu harus menghadap ke Ka`bah, tetapi diantara mereka terjadi ikhtilaf dalam menentukan arah Ka`bah, khususnya bagi negara yang secara teritorial jaraknya jauh dari Ka`bah. Menurut Imam Syafi’i dan Imam Hambali, seorang muslim yang bertempat tinggal dekat ataupun jauh dari Ka`bah maka ia secara mutlaq harus menghadapkan wajahnya ke arah Fisik Ka`bah (‘ain ka`bah), tetapi menurut Imam Hanafi dan Maliki adalah,  bagi setiap muslim yang bertempat tingal jauh dari Ka`bah dan mereka tidak dapat melihat secara fisik dimana Ka`bah itu berada maka ia boleh untuk tidak menghadap ke arah `ain ka`bah secara yaqinan tetapi setidaknya secara dzonnah (dugaan yang kuat).  Akan tetapi dizaman modern ini negara yang jauh dari ka`bah dapat dengan mudah untuk melihat dimana keberadaan `ain ka`bah. Untuk itu pendapat yang sebaiknya digunakan pada masa sekarang adalah pendapatnya Imam Syafi`i dan Hambali.

Wallahu A`lam (Hanya Allahlah yang tau secara pasti kebenaran2)



Komentar